Selasa, 25 September 2007

Baturaden



"Senadyan ning pegunungan nyata maen" dst; dst... Itu sepenggal kalimat dari lagu gendhing Banyumasan "Baturaden" yang kondhang bahkan sejak aku masih kecil dan tinggal di Kawunganten. Baturaden memang indah. Waktu aku kelas V SD, aku pernah tinggal di sana selama 1 bulan, di Sasana Petirahan Anak Baturaden (SPAB). Kepala SPAB waktu itu Pak Winarso. Apa artinya Sasana Petirahan, aku sampai sekarang belum dong juga, tapi yang diingat yang bagus, karena tinggal di asrama, sama temen-temen sebaya, makan enak, tidur nyenyak, disangoni, kalau minggu jalan-jalan. Kehidupan yang sempurna, paling tidak itu dalam kenangan sederhanaku sebagai anak kecil, yang terbawa sampai sekarang.

Baturaden juga tempat anak-anak IIIA3 SMA Negeri Sidareja mengadakan wisata perpisahan. Gak ingat detailnya, soalnya sudah terjadi tahun 1989, tetapi masih ingat indahnya. Teman-teman sekelas beberapa masih ingat, Slamet Priyatno, Sugianto, Sutarno, Mahdiono, Triyono, Tri Cahyani, Ani Fatmawati, Fuad, Suparman, Dwi, Retno, dll, dll. Wali kelasnya tetap boss sangar, Pak Karyono (sorry Pak).

Friend, aku gak punya foto kenang-kenangan itu, karena waktunya nyetak aku keburu pergi ke Semarang, jadi gak sempat nunggu. Yang nyetak aku ingat banget, Slamet Widianto, teman sekelas yang punya Studio foto Ceria, Sitinggil. Kalau dulu ada flash disk, pasti dimasukkan saja ke situ, tinggal di plug in. Kalau ada yang punya, aku yang pakai baju kuning lorek-lorek.

Dimana Baturaden? Ada sebuah website nulis begini,

Baturraden terbentang sebelah Selatan di kaki gunung Slamet pada ketinggian sekitar 640 meter diatas permukaan laut yang terletak hanya 14 km dari pusat kota Purwokerto, wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang indah dan udara pegunungan yang segar dengan suhu 18°C-25°C. Jika cuacanya bagus, kota Purwokerto, pantai Cilacap dan Nusakambangan terlihat dari Baturraden.

Keren kan? Kapan-kapan, aku pasti datang lagi, Baturaden. Biarpun aku tinggal jauh, pasti akan tetap datang.

Rabu, 19 September 2007

Gili Sepur dan Sawah


Tujuh belas tahun! Sweet seventeen kalau untuk mereka yang ABG. Tapi aku gak lagi bicara masalah sweet seventeen, tapi tentang tahun-tahun yang kulewati jauh dari sawah dan gili sepur (jalan Kereta Api) tercinta. Dua tempat yang sangat melekat erat dengan hari-hari awalku.


Sawah di Kawunganten, sawah di Sidareja, gili sepur di depan stasiun Kawunganten, Sitinggil, Gandrungmangu, Sidareja, Cipari. Ahh!! Betapa jauh rasanya dan sudah begitu lama...Masa SD-ku, sangat dekat dengan memory tentang sawah, karena SD Negeri V Kawunganten, memang sangat mewah (mepet sawah). Perjalanan pulang-pergi selalu melewati sawah, diselingi kejar-kejaran, main gethek, cari jangkrik, ngetapel burung emprit, dan nyambit mangga.


Masa SMP-ku, sangat dekat dengan memory tentang gili sepur dan sawah sekaligus, karena SMP Negeri Kawunganten (waktu itu hanya ada satu, jadi gak perlu pakai nama SMPN 1, 2 atau seberapapun yang sekarang ada). SMP Negeri Kawunganten juga mewah (mepet sawah), tetapi perjalanan berangkat dan pergi lebih nyaman melewati gili sepur. Sambil balang-balangan watu, sambil ngitung kayu dasar rel kereta api, sambil kendel-kendelan nyebrang jembatan kali Cibeureum, sambil kejar-kejaran dengan kereta api langsam.


Masa SMA-ku, dekat dengan memory gili sepur dan sawah, karena SMA Negeri Sidareja, juga mewah (waktu itu juga hanya ada satu SMA Negeri Sidareja, di Kunci). Tetapi karena Sidareja-Kawunganten cukup jauh, harus naik sepur untuk berangkat ke Sidareja (hari Minggu sore), dan pulang ke kampung ngambil jadup (Sabtu sore). Naik kereta api Kroya-Banjar, yang ongkosnya cuma dibayar dengan senyum. (Bener, kondekturnya kalau lihat anak seragam sekolah kayaknya kasihan, jadi cuma senyum juga dikasihani. Dimaklumi kalau anak sekolah hampir identik dengan gak punya uang, jaman itu).


Aku heran, kok aku bisa nulis semuanya dengan lancar, padahal biasanya aku gagap kalau nulis. Mungkin kenangan tentang sawah dan gili sepur itu sudah sangat ingin dikeluarkan!

Terima kasih kawan!


Waktu free makan siang tadi, tiba-tiba aku ingat sama bala-bala kelas IIIA3 yang seangkatan sama aku (lulus tahun 1989). Sudah lama banget, tapi masih juga mereka aku ingat. Gak usah disebut ah, jangan-jangan ada yang keberatan. Aku mbatin saja nama-nama mereka, anak-anak kelas IIIA3 SMA Negeri Sidareja lulusan tahun 1989.

Aku juga inget Pak Karyono, wali kelas IIIA3 yang memang sangar (paling tidak menurut aku). Ngajar Ekonomi dan Akuntansi, yang sebenarnya aku (agak) suka, tetapi entah karena apa terus jadi aku gak suka. Untuk buat PR Akuntansi yang ada setiap minggu, aku punya jalan pintas yang menarik. Datang ke kelas agak pagi, nyontek dari salah satu teman siswi. Siswi yang sama saben minggu sampai 2 semester!! (Ehhh.... Sekarang kamu dimana? Aku kok jadi ingat kamu juga sih!!). Thanks ya, sudah menyelamatkan aku dari murka Pak Karyono yang memang nggegirisi itu. (Baru aku ingat kalau aku belum pernah bilang terima kasih sama dia. Ahhh!!!!).

Aku ingat juga teman siswi lain yang nombokin uang SPPku. Karena aku embat, SPPku kurang 2 bulan. Waktu mau test, baru pusing. Teman siswi ini tiba-tiba kasih aku uang untuk bayar SPP. Dua bulan langsung!!! (Aku tahu dia di mana, dan aku tahu kontaknya, tapi sudah lama banget gak kontak. Thanks juga ya!!)

Ahh, begitu banyak kebaikan yang aku belum ucapin terima kasih. Mudah-mudahan aku bisa dapat kesempatan untuk mengucapkannya. Entah kapan!!!!

Kamis, 13 September 2007

Alam Murka?

Kenapa Indonesia gak pernah mengalami bulan tanpa bencana, ya? Setiap bulan pasti ada bencana yang datang bergani-ganti. Ganti tempat, ganti jenis bencana, ganti penyebab. Banjir, kemarau, gempa bumi, kebakaran, longsor, gunung meletus, gelombang laut tinggi, dan entah apa lagi.


Kalau bencana yang terjadi adalah bencana alam, walaupun menyedihkan, masih gak begitu nelongso, karena kita memang tidak berdaya menaklukan alam. Bencana yang 'menjengkelkan' adalah bencana karena keteledoran manusia. Tabrakan bis, kereta anjlok, pesawat jatuh, jembatan ambruk. Ya ampun.


Gempa bumi di Bengkulu kemarin sore, 7.8 SR. Gak ada yang bisa dilakukan selain ikut berbela sungkawa, dan berdoa agar tim penyelamat yang diperlukan segera tiba. Berdoa agar keluarga korban diberi ketabahan dan tawakal.

Rabu, 12 September 2007

Alumni SMA Negeri Sidareja, Dimana Kamu?

Aku iseng-iseng buka Google untuk cari alumni SMA Negeri Sidareja, tapi kok sepi banget. Cuma ada 5 atau 6 entry, semuanya gak ada hubungannya sama aku. Padahal setelah sekian lama gak kontak, rasanya kepengin lagi kontak.

Mungkin karena aku jauh dan gak pernah kontak sama mereka juga, jadi aku terisolir jauh di "tlatah wetan" ini. Pernah katanya ada rencana mau reuni, tapi aku juga gak dapat undangan dan gak dapat informasi. Pernah aku main ke Sidareja, tapi Sidareja sudah berubah banget. Bahkan Pasar Setuan juga sudah membuat aku pangling. Cari rumah teman-teman yang di pinggir jalan, dulu aku hafal banget, sekarang juga sudah pada hilang. Malah bioskop misbar pinggir kali juga sudah jadi pasar. Bingung aku. Pulang malah kayak orang hilang yang gak tahu apa-apa.
Trenyuh!

Senin, 03 September 2007

Konspirasi Hamtaro


Ada teman kasih hamtaro, 4 ekor. Yang paling senang pasti anak-anak, karena mereka memang sudah kepengin punya pet dari dulu, tapi gak pernah berhasil.

Pernah punya anjing, yang pertama sakit sampai mati, terus pelihara dua ekor lagi, bukannya menjaga rumah malah dicolong sama rantainya. Terus punya ikan beberapa ekor, bosen ngurusnya, akhirnya Mamanya yang harus ngurus kasih makan ikan, dan aku yang harus mbersihin akuariumnya.

Hamtaro dua ekor dipelihara di bekas akuarium. Akuarium beli baru, pecah dasarnya, males bawa diperbaiki. Akihirnya malah sekarang dijadikan kandang hamtaro. Tinggal dikasih bekas serutan kayu yang kasar, beli mainan putar-putar dan perosotan, sudah jadii istananya hamtaro.

Hamtaro itu kecil tapi lucu. Gak tahu apa nama latinnya, gak tahu juga nama sebenarnya, tapi anak-anak sebutnya hamtaro, ya udah. Mungkin mereka terpengaruh film kartun Hamtaro, atau memang nama binatang kecil itu memang Hamtaro.

Yang paling mencurigakan adalah caranya hamtaro itu bisa sampai ke rumah. Ada peran yang mencurigakan antara anak-anak sama teman yang kasih itu. Kayaknya mereka memang yang nego ke teman itu, sampai dia repot-repot bawa sendiri hamtaronya, "Buat anak-anak," katanya. Tercium bau konspirasi merebak di dalam proses pengadaan hamtaro ini.